Modernis.co, Malang – Pergulatan Muhammadiyah dengan globalisasi bukanlah sesuatu yang bisa dihidari. Sebagai sebuah organisasi modern yang telah berusia 106 tahun pada 18 November 2018. Muhammadiyah diakui telah memiliki peran penting dalam membangun civil society yang hari ini diabaikan.
Dampak globalisasi menjerat manusia ke dalam aktivitas yang cenderung pragmatis dan tidak mengindahkan nilai kemanusiaan. Serta situasi politik yang cendeung berorientasi pada kekuasaan, mengabaikan pembangunan manusia secara utuh.
Muhammadiyah yang lahir dengan berbagai latar belakang sosial-empiris seperti pendidikan, ekonomi, dan politik. Menumbuhkan sebuah gagasan gerakan pembaharuan (tajdid) yang selama ini terus dipupuk oleh aktivis Muhammadiyah. Demi terwujudnya masyarakat utama sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh Muhammadiyah.
Tujuan gerakan tajdid Muhammadiyah jika dilihat pada praksisnya memiliki dua orientasi. yaitu puritan dan reformasi. Puritan atau puitanisme ialah gerakan yang memiliki tujuan untuk mengembalikan pemahaman Islam. Sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan pemurnian Islam dari praktik-praktik TBC.
Sedangkan reformasi adalah gerakan yang bertujuan untuk membenahi tatanan sosial-masyarakat yang selama ini banyak ditindas oleh kelompok imprealisme dan kolonialisme. Bentuk praksisnya dengan memperbaiki pola pikir masyarakat agar menjadi masyarakat yang maju dan peka terhadap realitas.
Kiprah gerakan Muhammadiyah yang didorong oleh spirit tajdid bisa dilihat dan difahami melalu berbagai perspektif. Seperti historis, teologis, ekonomi dan budaya. Perspektif historis menggambarkan gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam. Berdialektika dengan gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah.
Gagasan pembaharuan ini terinpirasi oleh pemikiran aktivis Islam seperti Rasyid Ridha, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh. Perspektif ini sekaligus mempertegas bahwa Muhammadiyah dengan gerakan yang digagasnya tidak terlepas dari unsur teologis yang dapat disaksikan melalui pergulatan Kiai Dahlan dengan masalah TBC (takhayyul, bid’ah, dan kurafat).
Disamping itu, perspektif politik juga menggambarkan bagaimana kiprah gerakan Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi yang berpengaruh dalam dinamika perpolitikan ummat Islam. Di akhir abad 20, kiprah perpolitikan Muhammadiyah bisa tergambar dari aktivitas politik Muhammadiyah yang berorientasi pada gerakan politik untuk memupuk semangat nasionalisme.
Meskipun Muhammadiyah tidak bergelut di dunia politik praktis. Namun sumbangsih Muhammadiyah dalam membangun aktivitas politik di Indonesia begitu signifikan. Hal ini juga disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2015-2020, Haedar Nashir, yang mengatakan bahwa aktivitas politik Muhammadiyah bukanlah untuk menduduki jabatan pemerintahan. Melainkan internalisasi nilai-nilai kebangsaan agar semangat nasionalisme terawat dengan baik.
Begitu juga dengan kiprah Muhammadiyah dalam membangun prekonomian ummat Islam di Indonesia, bergerak dengan spirit al-maun yang ditopang oleh nilai kebudayaan, gotong-royong, menjadikan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam yang memiliki kepedulian terhadap kondisi perekonomian yang saat ini masih bisa dikatakan lemah karena kuatnya pengaruh kapitalisme.
Gerakan ekonomi Muhammadiyah yang bernuansa filantorpis tentu tidak bisa kita abaikan. Dengan membuat lembaga amil zakat (LAZIZMU) yang dikelola oleh kader-kader Muhammadiyah dinilai memberikan sumbangsih yang sangat luar biasa bagi perekonomian ummat hingga saat ini.
Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah mencerminkan bahwa semangat tajdid yang dimiliki oleh aktivis Muhammadiyah masih terjaga dengan baik. Betapapun banyak kelompok yang mengkritik. Namun upaya pembaharuan di wilayah pemikiran dan gerakan sosial masih menjadi agenda utama Muhammadiyah.
Apalagi dengan kuatnya pengaruh globalisasi bagi bangsa Indonesia. Membuat Muhammadiyah dipaksa bekerja keras. Agar ummat Islam tidak terjerumus pada aktivitas atau perilaku yang tidak mengindahkan harkat martabat manusia (dehumanisasi).
Merawat Tradisi Tajdid: Refleksi 106 Tahun Muhammadiyah
Kiai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai wadah gerakan dengan tujuan menanamkan nilai-nilai keislaman sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ahmad Dahlan dikenal sebagai tokoh agama yang berbeda dengan tokoh agama lainnya. Corak pemikiran dan gagasan gerakan yang dibawa Ahmad Dahlan jauh berbeda dengan tokoh agama lainnya sehingga beliau sering dicemooh bahkan difitnah.
Dalam aspek pemikiran, Ahmad Dahlan banyak terinspirasi oleh corak pemikiran pembaharu yang dibawa oleh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan Jamaluddin Al-Afgani. Ketiganya dikenal sebagai tokoh Islam yang tidak pernah berhenti menyuarakan gerakan pembaharuan Islam. Karena kondisi umat Islam yang sangat terbelakang dan tertinggal jauh dengan ummat agama lain.
Corak pemikiran inilah yang kemudian dibawa ke Indonesia oleh Ahmad Dahlan. Selepas belajar dari Mekkah.Ahmad Dahlan percaya bahwa ketertinggalan yang dialami bangsa Indonesia dan ummat Islam saat itu tidak lepas dari keyakinan-keyakinan yang tidak masuk akal. Merusak pemahaman keislaman dan kondisi sosial masayarakat.
Bagi Ahmad Dahlan, keyakinan-keyakinan inilah yang harusnya ditumpas (diperbaharui). Agar bangsa Indonesia memiliki tekad untuk menjadi bangsa yang maju. Gerakan tajdid inilah yang menjadi motivasi bagi Kiai Dahlan untuk terus berusaha melakukan gerakan mencerahkan kehidupan ummat dan bangsa. Kiai Dahlan menyadari bahwa dengan memperbaharui pola pikir mendorong ummat Islam menjadi masyarakat yang maju dan tidak ditindas.
Sebagai kader Muhammadiyah, menyadari bahwa berdirinya Muhammadiyah bukanlah semata-mata untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, ataupun masjid. Lebih dari itu, bahwa Muhammadiyah berdiri untuk membangun peradaban ummat yang lebih baik (civil society).
Maka keliru jika kita menyimbolkan Muhammadiyah selalu dengan sekolah yang banyak, perguruan tinggi, rumah sakit dan amal usaha lain yang bersifat semu. Justru simbol terbesar Muhammadiyah terletak pada pembenahan pola pikir dan pembaharuan gerakan dakwah. Dari yang tradisional menjadi modern, atau yang kita kenal dengan istilah pembaharuan (tajdid).
Tajdid yang selama ini banyak dilontarkan oleh banyak aktivis Muhammadiyah sebagai ciri khas perlu diperhatikan dengan seksama, dan sangat perlu untuk dikritisi. Mengapa?. Berangkat dari fenomena ber-Muhammadiyah dewasa ini, tajdid yang seharusnya menjadi spirit perjuangan Muhammadiyah. Kini hanya hadir sebagai sebuah kata yang tidak mampu dimaknai secara mendalam.
Sehingga kata tajdid sebagai spirit perjuangan untuk membangun peradaban kini beralih fungsi menjadi penghias dalam ceramah-ceramah, diskusi, atau kajian-kajian rutin Muhammadiyah saja. Kata tajdid yang selama ini menjadi karakater gerakan Muhammadiyah tidak mampu untuk dimaknai secara mendalam oleh kader-kader Muhammadiyah. Sehingga sangat wajar jika gerakan Muhammadiyah terkesan sangat reaksioner, kering spirit dan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan sosial.
Ironisnya, Muhammadiyah yang dulunya menjadi wadah untuk melakukan gerakan-gerakan sosial demi merubah kondisi ummat. Berubah drastis menjadi wadah strategis yang dimanfaatkan oleh beberapa oknum semata-mata untuk mencari kehidupan saja.
Oleh sebab itu, untuk menjaga gerakan tajdid yang selama ini dianggap sebagai tradisi Muhammadiyah. Maka pemaknaan ulang terhadap gerakan tajdid perlu dilakukan. Setidaknya ada dua cara untuk memaknai gerakan tajdid Muhammadiyah, yaitu pemaknaan historis dan kontektualis.
Pemaknaan historis ialah pemaknaan yang dilakukan dengan cara mengkaji ulang bagaimana aktualisasi gerakan tajdid Ahmad Dahlan di periode awal Muhammadiyah berdiri. Bahwa Ahmad Dahlan dalam setiap gerakannya tidak pernah berhenti untuk mengisi pemahaman keislaman masyarakat. Bersumber dari Al-Qur’an dan Assunnah serta ilmu pengetahuan.
Bagi Ahmad Dahlan, pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang Islam yang sebenar-benarnya. Agama dan ilmu pengetahuan memiliki fungsi sebagai senjata dalam membaca setiap persoalan keummatan yang tengah melanda bangsa Indonesia.
Oleh karena itulah Ahmad dahlan dalam berdakwah selalu menguatkan dua hal, yakni kekuatan agama dan ilmu pengetahuan dalam melakukan perubahan sosial. Karena beragama tanpa ilmu pengetahuan akan menjerumuskan manusia pada praktik agama yang keliru, kering dan tidak berdampak apa-apa bagi kehidupan ummat.
Selain pemaknaan historis, tajdid juga harus mampu dimaknai secara kontekstual. Agar gerakan yang dimunculkan relevan dengan kondisi zaman. Perkembangan tekonologi dan informasi yang dikemas dalam bentuk media digital dewasa ini tentu memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia. Fenomena ini yang kemudian harus dikaji oleh Muhammadiyah dan dikembangkan sebagai sarana dakwah di tengah masyarakat.
Ada tiga hal mengapa Muhammadiyah penting menjadikan media sebagai sarana dakwah dan gerakan, pertama, agar terbangun narasi yang memiliki konten Islam Wasathiyah sebagai upaya untuk menghilangkan stigma negatif dunia terhadap islam yang dianggap keras dan intoleran.
Kedua, agar media tidak lagi menjadi sarana untuk menyebar ujaran kebencian oleh oknum-oknum yang hanya bertujuan untuk mencapai tujuan politik atau tujuan pribadi. Ketiga, agar media menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat yang hari sangat akrab dengan media.
Melihat perkembangan Muhammadiyah saat ini, penggunaan media digital sebagai sarana dakwah sudah dilakukan dengan baik. Namun, yang perlu diperkuat oleh Muhammadiyah saat ini adalah narasi atau konten yang disampaikan. Penulis menilai bahwa konten-konten yang dimuat di media-media yang dikembangkan Muhammadiyah masih bersifat formal, konvensional dan kurang menyentuh akar persoalan masyarakat.
Sebagai contoh Muhammadiyah pada hari ini belum mampu menarasikan Islam Wasathiyahsebagai corak pemikiran Islam yang adil kepada masyarakat umum. Contoh lain, Muhammadiyah sampai hari ini masih dinilai kurang dalam menghadirkan corak dakwah yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Ke depan, Muhammadiyah perlu memikirkan pengelolaan gerakan yang bertujuan untuk menghadirkan narasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Penguatan narasi terkait tema-tema politik, Islam Wasathiyah, pluralisme, toleransi dan lain sebagainya. Perlu dilakukan agar masyarakat mengetahui bagaimana sikap Muhammadiyah terhadap isu-isu kontemporer.
Betapapun kita sebagai warga Muhammadiyah tidak meragukan sikap dan kinerja Muhammadiyah. Selama ini telah mampu memberikan sumbangsih besar terhadap pembangunan tatanan sosial. Namun, agar lebih bermakna,spirit tajdid haus dikuatkan dan terus dipupuk agar gerakan Muhammadiyah tidak ketinggalan zaman.
*Oleh : Nur Alim Mubin (Sekjend IMM Malang Raya 2017-2018)